29/05/14

NESTAPA CINTA part 4


NESTAPA CINTA

Oleh :Zaini Yazid
Alumnus PPMDH TPI Medan
Jln.Pelajar No.44

Part 4...............

Biginilah hari-hariku di kampus yang penuh dengan sandiwara, bahkan dalam percintaan pun aku juga harus bersandiwara. Karena bukan hanya satu wanita yang aku ajak kencan, dalam satu minggu saja aku bisa ngecengin enam bahkan tujuh cewek. Wanita laksana baju yang selalu aku ganti dalam mengenakannya. Bila aku bosan dengan mereka dengan mudah aku mendapatkan penggantinya. Inilah aku yang telah dicap sebagai seorang Playboy oleh teman-temanku. Sebenarnya aku benci dibilang Playboy, tapi aku hanya bungkam atas apa yang mereka katakan, karena sesungguhnya aku memang Playboy. Kalau saja aku bisa memilih, dalam hidupku. sebagai seorang lelaki aku juga mempunyai kriteria wanita yang aku idam-idamkan dalam hidupku, yaitu wanita yang punya karakter kuat dan tidak memandangku bahwa aku anak seorang konglomerat. Hari-hari pun terus berganti, hari-hari bersama cewek-cewek yang telah aku pacari, bahkan sama sekali tidak seorangpun yang kucinta, yang ada hanya untuk kesenangan semu belaka. Aku bosan dengan keadaan ini dan sandiwara cinta yang ku lakoni selama ini dan permainan yang kubuat sendiri. ”Aku bosan Tuhan, tunjukilah jalan-Mu padaku, jalan yang terbaik dari-Mu”, rintihku dalam hati.
 Suatu ketika tanpa sepengetahuan ku, Papaku membelikan aku sebuah mobil mewah bermerk Porsche, yang ia hadiahkan di saat ulang tahunku tepatnya ketika aku berumur 24 tahun, padahal selama ini ia tidak pernah memberiku hadiah semahal itu setiap aku berulang tahun. Hanya saja Papaku sering mengajakku bersama Mama dan kakakku berkeliling Eropa saat musim semi di sana. Sebagai anak bungsu aku merasa bahagia karena memiliki orang tua yang sebaik Mama dan Papaku serta kakak-kakakku yang menyayangiku. Dan itulah yang membuat aku makin mencintai mereka. Mobil yang ia belikan untukku adalah mobil yang sudah lama aku idam-idamkan selama ini. Hal ini pastilah sangat membahagiakan diriku. Mobil itu langsung saja aku coba dan mengendarainya untuk yang pertama kali, karena kali ini aku tidak mau Papaku merasa kecewa. Dengan berat hati terpaksa aku tinggalkan si Joko, motor kesayanganku yang selama ini selalu setia menemaniku ke mana saja di garasi rumahku. Ia terlihat seperti barang rongsokan di tengah mesin-mesin modern yang super cepat lajunya. Tapi aku tidak membuangnya bahkan menjualnya. Aku menyimpannya sebagai kenangan. Namun apa yang terjadi selanjutnya, dengan mobil itu pula makin banyak cewek-cewek yang naksir berat malah sampai mereka sendiri yang datang kepadaku untuk diajak jalan bersama. Mereka layaknya seperti perangko yang selalu menempel pada suratnya yaitu aku. Tak dapat aku pungkiri derajatku semakin tinggi dalam pandangan mereka. Wajah ok, penampilan ok, anak orang kaya dan bermobil mewah, rasanya sudah lengkap hidupku ini. Aku terus saja menghamburkan uang bersama cewek-cewek yang tak jelas ujung dan pangkal kemauannya. Dalam hidup ini sebenarnya aku memiliki ambisi yang sangat besar serta cita-cita yang sangat tinggi. Sebuah ambisi dimana kebahagiaan akan kuraih dalam hidupku dan cita-cita yang telah aku tanam dalam sanubariku ketika aku mulai duduk di bangku perkuliahan. Saat ini aku benar-benar merasa bosan dengan kehidupanku yang penuh warna kebohongan dan panggung sandiwara. Betapa aku sangat menginginkan ada sesuatu yang dapat merubah kembali kehidupanku menjadi lebih baik dan benar di masa yang akan datang. “Ya nanti pasti waktu itu akan tiba“, bathinku berkata.
Selasa itu, aku masih mengingatnya, hari yang benar-benar merubah hidupku. Waktu itu Porsche yang aku kendarai tiba-tiba menabrak seorang wanita di jalan raya. Saat itu aku lagi sendirian di mobil. Aku tidak menggunakan jasa sopir, padahal Papaku telah menyiapkan seorang sopir yang akan menemaniku. Ia khawatir jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Aku mendengar wanita itu menjerit, aku lihat ia terjatuh hingga terhempas lalu terbaring tepat di depan roda mobilku. Aku sempat memandang disekelilingku, sepi. Aku pun segera melaju meninggalkan wanita itu sendirian. Saat aku lewati tubuhnya yang terkapar sampai tak sadarkan diri, aku sempat melihat wajahnya sekilas, ada sesuatu yang mengusik benakku, aku terlonjak kaget. Tiba-tiba saja kakiku menginjak keras pedal rem mobilku, hingga mobilku mendadak berhenti. Aku memutar haluan mobilku kembali, segera aku keluar dan mengangkat tubuhnya dan meletakkan di kursi belakang mobilku dan langsung aku larikan ke rumah sakit terdekat. Jantungku berdebar kencang, aku berharap tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Kala itu aku duduk di koridor rumah sakit. Aku termenung sesaat ketika melihat ia terbaring belum sadarkan diri. ”Oh...Tuhan selamatkan dia”.., Do’aku mengiba. ”Apa yang telah aku lakukan!!”, bentak batinku. ”Aku merasa kasihan padanya”, jeritku dalam hati. Ku pandangi gadis berjilbab motif mozaik turki yang ia kenakan. Jilbab itu masih menutup rambutnya. Aku melarang perawat untuk membukanya. ”Biarkan saja suster, biarkan jilbab itu terus melekat”. Dalam hatiku aku sadar ia pastilah seorang yang taat agamanya dan sangat menghargai jilbab dan auratnya. Tadi Dokter sempat memberitahukan padaku bahwa ia tidak mengalami luka yang serius, ia hanya mengalami kejutan pada jantungnya.



TO BE CONTINUE